KECEHINTECH – Sampai saat ini, adalah hal yang biasa dan sudah menjadi tradisi bagi beberapa keluarga di Tibet untuk mengirim salah satu putra mereka yang masih kecil ke biara untuk menjadi biksu selibat seumur hidup. Umumnya, anak-anak yang dikirim adalah mereka yang telah berusia antara tujuh atau delapan tahun.
Tidak lama setalah para bisu kecil memulai kehidupan skolastiknya di biara, mereka perlu melayani mentor atau guru mereka selama tiga tahun, di mana mereka akan mempelajari semua disiplin ilmu dan adat istiadat di biara. Selain itu, mereka juga diharapkan untuk memikul tugas-tugas biara, serta belajar bagaimana mengeja mantra Buddha dan melafalkan beberapa doa dasar.
Tibet adalah Wilayah dataran tinggi dengan luas sekitar 2,5 juta km2 dan menempati bagian utara Gunung Himalaya merupakan salah satu Provinsi Republik Rakyat Cina yang memiliki otonomi khusus dan dijuluki sebagai atap dunia, dengan Mayoritas penduduk beragama Buddha dulunya Tibet adalah sebuah kerajaan merdeka yang mengalami interaksi dan benturan politik dengan dinasti-dinasti yang ada di dataran China.
Setelah serbuan tentara merah Cina pada tahun 1950 ke wilayah ini dibuat menjadi bagian dari provinsi Cina, salah satu aspek paling menarik dari dataran tinggi Tibet adalah kehidupan para biksu yang tampak selalu damai serta tidak terikat dengan gemerlap duniawi, bahkan menjalani hidup selibat suatu jalan hidup yang hanya dipilih oleh sedikit orang.
Selibat adalah sebuah gaya hidup tanpa pernikahan yang dilakukan atas alasan agama atau spiritual lagi banyak orang kehidupan selibat tidak pernah terpikirkan atau terlintas dalam menjalani kehidupan sebagai manusia, sejarah menunjukkan terdapat beberapa komunitas dan orang-orang yang memilih untuk hidup selibat salah satunya adalah mereka yang menjalani hidup sebagai biksu tibat.
Dalam pandangan agama Buddha khususnya teravada selibat dikenal dengan sebutan brahmacarya yaitu praktik menghindari aktivitas seksual untuk menjalani kehidupan moral sebagai cara untuk mengakhiri penderitaan dan mencapai kebebasan, ini dapat dilakukan oleh setiap orang baik para biksu maupun umat awam bagi mereka yang telah bersumpah untuk menjalankan kehidupan suci dan meninggalkan kehidupan berumah tangga.
Dengan menjadi seorang biksu maka mereka akan hidup selibat selama mereka masih menjadi seorang biksu sedangkan bagi umat awam mereka dapat menjalankan praktik ini dengan menghindari aktivitas seksual pada hari-hari tertentu, menurut tradisi teravada praktik selibat ini adalah bagian dari Pak bajita atau mereka yang telah meninggalkan kehidupan duniawi bagi mereka yang menjalankan Pak bajita tujuan hidup utama mereka adalah mencapai Nirvana yang ditandai dengan padamnya nafsu dan keinginan.
Kebiara adalah hal yang biasa dan sudah menjadi tradisi bagi beberapa keluarga di Tibet untuk mengirimkan salah satu Putra mereka yang masih kecil kebiara untuk menjadi bisu selibat seumur hidup umumnya anak-anak yang dikirim adalah mereka yang telah berusia antara 7 atau 8 tahun.
Tidak lama setelah para biksu kecil memulai kehidupan sekolah setrikanya di biara mereka perlu melayani mentor atau guru mereka selama 3 tahun, di mana mereka akan mempelajari semua disiplin ilmu dan adat istiadat selain itu mereka juga diharapkan untuk memikul tugas-tugas biara serta belajar bagaimana mengeja mantra Buddha dan melafalkan beberapa doa dasar.
Tinggal di biara akan mempelajari kitab suci Budha secara mendalam sisanya akan dilatih mengucapkan doa untuk memberkati orang-orang awam menawarkan penghiburan bagi orang mati memimpin pernikahan atau pemakaman sisi lain sebagian dari mereka juga dilatih perawatan medis, meramal, dan melukis membuat patung Buddha mengukir kitab suci dan bahkan memainkan alat musik.
Kemudian sebagian dari mereka juga berlatih seni bela diri dan bertindak sebagai pengawal dan prajurit ganas untuk melindungi piara para biksu Tibet menjalani kehidupan yang cukup damai fajar menyingsing biksu yang bertugas akan naik ke atap Aula majelis Agung biara dan bertepuk tangan selama tiga kali dan berdoa dengan keras untuk memohon berkah Dewi belas kasih.
Setelah mendengar panggilan pagi semua biksu akan berkerumun ke Aula pertemuan untuk berdoa pagi dengan penuh kekhusyukan pagi itu berlangsung selama 2 hingga 3 jam di mana ratusan biksu muda akan berbaris dan melantunkan doa bersama-sama.
Meski dikenal sebagai komunitas yang tidak terikat dengan urusan duniawi faktanya banyak biksu muda Tibet yang percaya bahwa sebagai murid ajaran Buddha sangat penting bagi mereka untuk memahami perbedaan budaya dan agama antara mereka, dan orang lain juga antara timur dengan Barat mereka juga berpandangan bahwa teknologi baru adalah jembatan bagi mereka untuk mengetahui lebih banyak tentang dunia luar.
Yang tidak dapat diajarkan dari kitab suci Budha yang terpenting mereka dapat memiliki perspektif global dan tumbuh sejalan dengan dunia, sebagian dari mereka mengatakan bahwa studi tentang ajaran Buddha tiba tidak berarti harus menutup mata terhadap apa yang terjadi di dunia luar semua warisan budaya dan agama harus berkembang.